Sportivitas Dipertanyakan: Kerusuhan PON Memalukan Aceh Sebagai Tuan Rumah
BANDA ACEH - Kerusuhan yang terjadi di Stadion Dimurthala, Banda Aceh, pada Sabtu malam (14/9/2024), saat laga sepak bola PON XXI/2024 antara Aceh dan Sulawesi Tengah, masih menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan.
Insiden pemukulan wasit selama pertandingan membuat suasana memanas, baik di lapangan maupun di media sosial dan grup WhatsApp.
Fuadi Razali, seorang praktisi olahraga di Aceh, menilai bahwa pemain Aceh sebenarnya layak meraih medali.
"Pemain Aceh seharusnya bisa mendapatkan medali, tapi mental mereka jatuh karena perangkat pertandingan yang tidak memiliki kapasitas memimpin dengan baik," ujarnya.
Fuadi juga menyayangkan, insiden ini mencoreng nama Aceh sebagai tuan rumah, dan berharap ke depan perangkat pertandingan lebih profesional.
Perbincangan mengenai insiden tersebut ramai dibahas di berbagai warkop dan grup WhatsApp, seperti grup "Silaturahmi Aceh Besar".
Sejak semalam hingga siang ini, perdebatan masih berlangsung, dengan beberapa anggota grup yang menilai bahwa permainan Aceh sudah sangat baik, terutama dari tiga pemain asal Aceh Besar.
Namun, kerusuhan itu justru mencederai prestasi mereka.
Di media sosial, pro dan kontra terus mengemuka. Ada yang menyalahkan perangkat pertandingan karena tidak tegas, sementara yang lain mengkritik perilaku penonton yang dinilai terlalu emosional.
"Kalau mau jujur, permainan sepak bola Aceh sudah bagus. Tapi, insiden ini membuat kita malu sebagai tuan rumah," ujar salah satu pengguna media sosial.
Masyarakat berharap ada perbaikan dalam pengelolaan perangkat pertandingan dan edukasi kepada penonton agar tidak mudah terprovokasi.
Fadil, salah satu penonton, menyampaikan kekecewaannya dengan situasi tersebut, menilai bahwa tradisi Aceh dalam menyambut tamu, yaitu pemulia jame, menjadi pudar gara-gara pertandingan sepak bola.
"Kalah itu biasa, asal tetap menjunjung tinggi sportifitas. Dimana slogan pemulia jame adat geutanyoe? Ini jelas memalukan," tegasnya.
Warga lainnya, Tarmizi, juga menyampaikan pendapat serupa. "Orang Aceh pantang curang. Lebih baik kalah tapi terhormat. Untuk apa menang dengan cara seperti ini?" katanya, menyindir tindakan yang tidak sportif di pertandingan tersebut.
Dedek KTB, seorang pemerhati sepak bola, juga turut menyarankan agar panitia PON lebih bijaksana dalam menyikapi situasi ini.
"Solusinya, seharusnya pertandingan diulang selama 30 menit lagi karena permainan semalam belum selesai. Baik pemain Aceh maupun Sulawesi Tengah tidak puas dengan hasil semalam," tutupnya